Kamis, 24 Desember 2015

KONSEP FILSAFAT ISLAM

KONSEP FILSAFAT ISLAM














OLEH :
EKA WAHYU ANDAYANI
8135150584
PENDIDIKAN TATA NIAGA A

DAFTAR ISI


Daftar Isi...............................................................................................................................i
Kata Pengantar.............................................................................................................. .......ii
BAB 1 (PENDAHULUAN)
Latar Belakang......................................................................................................................1
Rumusan Masalah.................................................................................................................2
Tujuan Penulisan Makalah....................................................................................................2
BAB 2 (ISI)
Pengertian Filsafat Secara Umum.........................................................................................3
Pengertian Filsafat Islam.......................................................................................................4
Latar Belakang Munculnya Filsafat Islam ...........................................................................6
Pendapat Para Filsuf Islam....................................................................................................7
Dasar Filsafat Islam ............................................................................................................10
Kontribusi Filsafat Islam bagi Ilmu Pengetahuan...............................................................13
Filsafat dan Rahasia Ibadah................................................................................................14
Pola Berpikir Filosofis.........................................................................................................21
BAB 3 (PENUTUP)
Kesimpulan..........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................23



i

KATA PENGANTAR


Assalamualaikum  Wr. Wb.
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang mana atas berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP FILSAFAT ISLAM” ini dengan baik. Shalawat beserta salam tak lupa pula sayahaturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang yang disinari oleh ilmu pengetahuan, iman dan Islam.
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui konsep dasar ilmu filsafatbaik dari Yunani maupun filsafat islam. Dalam penyusunan saya sadar bahwasanya saya hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Alloh Ta’ala hingga dalam penulisan dan penyusunan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa saya terima sebagai upaya evaluasi diri.
Akhirnya saya berharap, bahwa dibalik tidak kesempurnaan penyusunan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan suatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis dan pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.



Jakarta, November 2015
Penulis





ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Filsafat merupakan bagian dari hasil kerja berpikir dalam mencari hakikat segala sesuatu secara sistematis, radikal dan universal. Sedangkan filsafat Islam itu sendiri adalah hasil pemikiran filosof tentang ketuhanan, kenabian, manusia dan alam yang disinari ajaran Islam dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis serta dasar-dasar atau pokok-pokok pemikirannya dikemukakan oleh para filosof Islam.
Ketika filsafat Islam dibicarakan, maka yang terbayang dalam pemahaman kita adalah beberapa tokoh yang disebut sebagai filosof muslim seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali, dan seterusnya. Kehadiran para tokoh ini memang tidak bisa dihindarkan, tidak saja karena dari merekalah kita dapat mengenal filsafat islam, akan tetapi juga karena pada mereka benih-benih filsafat Islam dikembangkan.
Pengaruh dominan filsafat Yunani terhadap pemikiran filsafat dalam Islam tidak terbantahkan, bahkan dominasi tersebut diakui oleh para filosof Muslim. Secara diplomasi al-Kindi mengatakan bahwa filsafat Yunani telah membantu umat Islam dengan bekal dan dasar-dasar pikiran serta membuka jalan bagi ukuran-ukuran kebenaran. Karena itu, beberapa teori filsafat Yunani, khususnya Aristo dipandang sejalan dengan ajaran Islam seperti teori ketuhanan, jiwa dan roh, penciptaan alam dan lain-lain. Alkindi dan juga beberapa filosof Muslim setelahnya muncul sebagai penerjemah, pen-syarah dan juga komentator “Yunani”. Ibn Rusyd memandang Aristoteles sebagai seorang pemikir terbesar yang pernah lahir, ia seorang bijaksana yang memiliki ketulusan keyakinan. Maka dalam syairnya Divine Comedy, Dante mengatakan Ibn Rusyd sebagai komentator terbesar terhadap filsafat Aristoteles dimasanya mengalahkan keterkenalannya dalam pengetahuan lain seperti fisika, kedokteran dan astronomi.
Dominasi pengaruh filsafat Yunani demikian, tak pelak menimbulkan masalah dan tantangan tersendiri terhadap eksistensi filsafat Islam. Secara internal munculnya kritisisme dan bahkan tuduhan negatif oleh kalangan ulama orthodok terhadap pemikiran filsafat dalam Islam. Secara eksternal ada sanggahan bahwa sebenarnya filsafat Islam tidak ada, yang ada hanyalah umat Islam memfilsafatkan filsafat Yunani agar sesuai dengan ajaran Islam. Persoalannya adalah apakah benar filsafat telah menyelewengkan keyakinan Islam? Dengan demikian, benarkah para filosof Muslim adalah ahli bid’ah dan kufr? Seperti terlihat dalam tuduhan-tuduhan kaum orthodok. Persoalan ini sangat urgen untuk diselesaikan karena sudah menyangkut persoalan sensitif keimanan dan karena ternyata ikhtilaf dalam metode keilmuan untuk memahami ajaran agama sampai pada klaim-klaim kebenaran tentang status agama seseorang.

1
B.   Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian filsafat secara umum ?
2.      Bagaimana konsep filsafat dalam Islam dan pendapat para filsufnya ?
3.      Apa sejarah muncul filsafat islam ?
4.      Apa yang menjadi dasar konsep filsafat islam ?
5.      Bagaimana kontribusi filsafat islam bagi ilmu pengetahuan ?
6.      Apa macam-macam rahasia ibadah ?
7.      Apa yang dimaksud pola berpikir filosofis ?

C.   Tujuan Penulisan Makalah
1.      Mengetahui garis-garis besar antara filsafat umum (Yunani) dan filsafat islam
2.      Mengetahui dasar-dasar dan konsep filsafat islam
3.      Menyimpulkan bagaimana cara berpikir secara filosofis

















2
BAB 2
ISI

A.    Pengertian Filsafat Secara Umum
Filsafat/filosofi berasal dari kata Yunani yaitu philos (suka) dan sophia (kebijaksanaan), yang diturunkan dari kata kerja filosoftein, yang berarti : mencintai kebijaksanaan, tetapi arti kata ini belum menampakkan arti filsafat sendiri karena “mencintai” masih dapat dilakukan secara pasif. Pada hal dalam pengertian filosoftein terkandung sifat yang aktif.
Secara etimologi, filsafat adalah berpikir secara sistematis, radikal, dan universal untuk mengetahui tentang hakikat segala sesuatu yang ada seperti hakikat alam, hakikat manusia, hakikat masyarakat, dsb. Filsafat juga merupakan suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan gejala-gejala alam dan masyarakat. Namun filsafat bukanlah suatu dogma atau suatu kepercayaan yang membuta. Filsafat mempersoalkan soal-soal: etika/moral, estetika/seni, sosial dan politik, epistemology/tentang asal pengetahuan, ontology/tentang manusia, dll.
Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam, sebanyak orang yang memberikan pengertian. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi tersebut :
1.      Plato (477 SM-347 SM). Ia seorang filsuf Yunani terkenal, gurunya Aristoteles, ia sendiri berguru kepada Socrates. Ia mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli.
2.      Aristoteles (381SM-322SM), mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu; metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
3.      Marcus Tulius Cicero (106SM-43SM), seorang politikus dan ahli pidato Romawi merumuskan filsafat sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
Maka suatu kegiatan berfikir secara kefilsafatan pada hakikinya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.            Berfikir kritis
Suatu kegiatan berfikir secara kefilsafatan senantiasa bersifat kritis yaitu senantiasa mempertannyakaan segala sesuatu,problem-problem, atau hal-hal yang lain.sifat kritis ini juga mengawali perkembanggan ilmu pengetahuan modem.
2.      Bersifat konseptual
Berfikir secara konseptual. Yaitu mengenai hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Berfikir secara kefilsafatan tidak bersangkutan dengan pemikiran terhadap perbuatan-perbuatanbebas yang dilakukan oleh orang-orang tertentu sebagaimana yang biasa dipelajari oleh seorang psikolog, melainkan bersangkutan dengan pemikiran.

3

3.      Kohereh (runtun)
Berfikir secara koheren dan konsisten. Artinya, berfikir sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir dan tidak mengandung kontradiksi atau dapat pula diartikan dengan berfikir secara runtut.
4.      Bersifat menyeluruh (komprehensif)
Berfikir secara komprehensif (menyeluruh). Berfikir secara filsafat berusaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan
5.      Bersifat universal
Berfikir secara universal atau umum. Berfikir secara umum adalah berfikir tentang hal-hal serta suatu proses yang bersifat umum. Jalan yang dituju oleh seorang filsuf adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal yang bersifat khusus yang ada dalam kenyataan.
6.      Bersifat terdalam
Berfikir secara universal atau umum. Berfikir secara umum adalah berfikir tentang hal-hal serta suatu proses yang bersifat umum. Jalan yang dituju oleh seorang filsuf adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal yang bersifat khusus yang ada dalam kenyataan.
7.      Bersifat sistematis
Sistematik artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu
8.      Bertanggungjawab
Bertanggungjawab artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.
B.     Pengertian Filsafat Islam
Filsafat Islam terdiri dari dua kata yaitu filsafat dan Islam. Filsafat berasal dari kata yunani, yaitu philosophia, kata beragkai dari kata philein yang berarti mencintai, dan sophia berarti kebijaksanaan. philosophia berarti: cinta akan kebijaksanaan  (inggris : love of wisdom, belanda : wijsbegeerte, arab : muhibbun al hikmah ), orang yang berfilsafat atau orang yang melakukan filsafat disebut “filosof”, artinya pecinta kebijaksanaan.
Sedangkan kata Islam, secara semantik berasal dari akar kata salima artinya menyerah, tunduk, dan selamat. Islam artinya menyerahkan diri kepada Allah, dan dengan menyerahkan diri kepada-Nya maka ia memperoleh keselamatan dan kedamaian.
Jadi intinya filsafat islam adalah berpikir secara sistematis, radikal, dan universal untuk
mengetahui tentang hakikat segala sesuatu berdasarkan ajaran Islam yang berorientasi pada
Al-Quran dengan mencari jawaban mengenai masalah-masalah asasi berdasarkan wahyu Allah.


4
Filsafat Islam dapat dilihat dari ciri :
1.      Dari segi sifat dan corak

2.      Segi ruang lingkup pembahasan


3.      Segi datangnya

4.      Segi yang mengembangkan


5.      Segi kedudukannya
Filsafat Islam merupakan produk dari sebuah proses intelektual yang kompleks. Menurut Ahmad Fuad al-Ahwany, filsafat Islam ada­lah suatu pembahasan yang meliputi berbagai soal tentang alam semesta dan manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama lahirnya agama  Islam. Artinya, secara nilai, filsafat Islam itu menembus berbagai disiplin seperti halnya Islam sebagai agama yang fungsinya merahmati seluruh alam.
Meski terdapat perbedaan pendapat tentang nomenklatur yang sesuai apakah filsafat Islam, filsafat Arab, filsafat negara-negara Islam, filsafat dalam dunia Islam atau pun penyebutan yang lainnya, namun penulis lebih cenderung sepakat dengan pendapat Mulyadi Karta­negara yang menggunakan sebutan filsafat Islam (Islamic philosophy). Mulyadi menguatkan setidaknya melalui 3 (tiga) alasan, yaitu:
1.      Pertama, ketika filsafat Yunani diperkenalkan ke dunia Islam, Islam telah mengembang­kan sistem teologi yang menekankan keesaan Tuhan dan syariah, yang menjadi pedoman bagi siapapun. Begitu dominannya pandangan tauhid dan syariah ini, sehingga tidak ada suatu sistem apapun, termasuk filsafat, dapat diterima kecuali sesuai dengan ajaran pokok Islam (tawhid) dan pandangan syariah yang bersandar pada ajaran tauhid. Oleh karena itu, ketika memper­kenal­kan filsafat Yunani ke dunia Islam, para filosof Muslim selalu mem­per­hatikan kecocokannya dengan pandangan fundamental Islam. Imbasnya, disadari atau tidak, telah terjadi “pengislaman” filsafat oleh para filosof Muslim.
2.      Kedua, sebagai pemikir Islam, para filosof Muslim adalah pemer­hati filsafat asing yang kritis. Ketika dirasa ada kekurangan yang di­derita oleh filsafat Yunani, misalnya, maka tanpa ragu-ragu mereka mengkritiknya secara mendasar. Contoh, sekalipun Ibn Sina sering di­kelompokkan sebagai filosof Peripatetik, namun ia tak
segan-segan meng­kritik pandangan Aristoteles, kalau dirasa tidak cocok dan meng­ganti­kannya dengan yang lebih baik. Beberapa tokoh lain seperti Suhrawardi, dan Umar bin Sahlan al-Sawi, juga mengriktik sistem logika Aristoteles. Sementara al-‘Amiri mengkritik dengan keras pan­da­ngan Empedokles

5
tentang jiwa, karena dianggap tidak sesuai de­ngan pandangan Islam.
3.      Ketiga, adanya perkembangan yang unik dalam filsafat Islam, aki­bat dari interaksi antara Islam sebagai agama dan filsafat Yunani. Akibatnya, para filosof Muslim telah mengembang­kan beberapa isu filsafat yang tidak pernah dikembangkan oleh para filosof Yunani sebelumnya, seperti filsafat kenabian, mikraj dan sebagainya.

C.    Latar Belakang Munculnya Filsafat Islam
Pemikiran filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai kaum Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah, Mesopotamia, Persia, dan Mesir.
Ketika datang ke Timur Tengah pada abad IV SM. Aleksander Agung   membawa bukan hanya kaum militer tetapi juga kaum sipil.Tujuannya bukanlah hanya meluaskan daerah kekuasaannya ke luar Macedonia, tapi juga menanamkan kebudayaan Yunani di daerah-daerah yang dimasukinya. Untuk itu ia adakan pembauran antara orang-orang Yunani yang dibawanya, dengan penduduk setempat. Dengan jalan demikian berkembanglah falsafat dan ilmu pengetahuan Yunani di Timur Tengah, dan timbullah pusat-pusat peradaban Yunani seperti Iskandariah (dari nama Aleksander) di Mesir, Antakia di Suria, Selopsia serta Jundisyapur di Irak dan  Baktra (sekarangBalkh) diIran.
Ketika para Sahabat Nabi Muhammad menyampaikan dakwah Islam ke daerah-daerah tersebut terjadi peperangan antara kekuatan Islam dan kekuatan Kerajaan Bizantium di Mesir, Suria serta Irak, dan kekuatan Kerajaan Persia di Iran. Daerah-daerah ini,dengan menangnya kekuatan Islam dalam peperangan tersebut,jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Tetapi penduduknya, sesuai dengan ajaran al-Qur'an, bahwa tidak ada paksaan dalam agama dan bahwa kewajiban orang Islam hanya menyampaikan ajaran-ajaran yang dibawa Nabi, tidak dipaksa para sahabat untuk masuk-Islam. Mereka tetap memeluk agama mereka semula terutama yang menganut agama Nasrani dan Yahudi.
Dari warga negara non Islam ini timbul satu golongan yang tidak senang dengan kekuasaan Islam dan oleh karena itu ingin menjatuhkan Islam. Mereka pun menyerang agama Islam dengan memajukan argumen-argumen berdasarkan falsafat yang mereka peroleh dari Yunani.
Dari pihak umat Islam timbul satu golongan yang melihat bahwa serangan itu tidak dapat ditangkis kecuali dengan memakai argumen-argumen filosofis pula. Untuk itu mereka pelajari filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani.Kedudukan akal yang tinggi dalam pemikiran Yunani mereka jumpai sejalan dengan kedudukan akal yang tinggi dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Dengan demikian timbullah di panggung sejarah pemikiran Islam teologi rasional yang dipelopori kaum Mu'tazilah. Teologi rasional Mu'tazilah inilah, dengan keyakinan akan kedudukan akal yang tinggi, kebebasan manusia dalam berfikir serta berbuat
dan adanya hukum alam ciptaan Tuhan, yang membawa pada perkembangan Islam, bukan hanya filsafat, tetapi juga sains, pada masa antara abad ke VIII dank e XIII M. Ketika filsafat bersentuhan dengan Islam maka yang terjadi bahwa filsafat terinspirasi oleh pokok-pokok

6
persoalan yang bermuara pada sumber-sumber Wahyu Islam. Semua filosof muslim seperti al Kindi, al Farabi, Ibn Sina, Mulla Sadra, Suhrawardi dan lain sebagainya hidup dan bernafas dalam realitas Al Quran dan Sunnah. Kehadiran Al Quran dan Sunnah telah mengubah pola berfilsafat dalam konteks Dunia Islam. Realitas dan proses penyampaian Al Quran merupakan perhatian utama para pemikir Islam dalam melakukan kegiatan berfilsasfat.
Kita ketahui bersama bahwasanya filsafat di bagi tiga periode, periode pertama yang merupakan awal munculnya filsafat yaitu berasal dari Yunani, karena di sana terdapat beberapa orang yang cenderung menggunakan otak sebagai landasan berpikir. Tokoh – tokoh seperti Socrates, Plato dan Aristotales. Periode kedua yang merupakan masa pertengahan adalah filsafat Islam. Filsafat Islam klasik mulai berkembang pada masa al-Kindi, yang mana menurut Sulaiman Hasan bahwasanya tidak ada seorangpun filosof Islam kecuali al-Kindi, karena baginya ia merupakan seorang filosof pertama dalam Islam begitu juga merupakan filosof Arab pertama. Dalam pengembangan filsafatnya al-Kindi mengikuti falsafah Arestoteles. Hal itu bisa dibuktikan dari buku-buku filsafat yang dikarang oleh al-Kindi lebih banyak mengarah pada buku-buku karangan Aristotales.
Filsafat Islam merupakan ilmu yang terpengaruh dengan filsafat Yunani. Ulama berbeda pendapat mengenai ilmu ini ada yang menerima seperti cendekiawan yang tumbuh di masa al-Mansyur dan al-Makmun karena mereka beranggapan bahwa filsafat yang di terjemahkan berkisar pada ketuhanan, etika dan ilmu jiwa yang ada hubungannya dengan agama terutama filsafat ketuhanan.
Pendapat yang mengatakan bahwa filsafat Islam adalah hasil plagiat dari filsafat yunani adalah salah, sebab pendapat itu hanya melihat dari segi aktifitas filosof yunani dalam bergumul dengan fisafat yunani. Bahkan mereka tidak memandang dari sudut ajaran yang ada dalam Islam dan pemikiran – pemikirannya.
Dengan mempelajari filsafat Islam kita dapat memperoleh manfaat di antaranya:
a)      Pengkajian fisafat dapat membawa kepada perubahan keyakinan dan nilai-nilai dasar seseorang, yang pada gilirannyadapat mempengaruhi arah kehidupan yang lebih baik.
b)      Pengkajian filsafat dapat membuahkan kebebasan,toleransi terhadap pandangan – pandangan yang berbeda, serta kemandirian intelektual.
c)      Kebebasan intelektual dan sikap – sikap lainnya yang berkaitan, akan kita peroleh dengan mengkaji persoalan – persoalan secara mendalam.

D.    Pendapat Para Filsuf Islam

1.      Al-Kindi
Menurut Al-Kindi, seorang filsuf Islam menyatakan ilmu tentanghakikat (kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia., yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu keesaan, ilmu keutamaan, dan cara menjauhi perkara yang merugikan.

7
Jika kita mencermati pemikiran Al-Kindi mengenai keberadaan Tuhan maka kesimpulannya tidak jauh beda dari apa yang digagas oleh ulama mutakallimin. Ia masih membuktikan keberadaan Tuhan melalui metode pengamatan yang bersifat inderawi yaitu dengan baharunya alam dan keteraturannya. Namun pada argumentasi mengenai ke anekaragaman alam untuk membuktikan keberadaan Tuhan sangat nampak pemanfaatan logika mantiknya. Misalnya dengan proposisi bahwa : Sang khalik adalah zat yang tidak sama dengan makhluknya, sedangkan alam semesta yang sifatnya beraneka ragam adalah makhluk. Dengan demikian Tuhan tidak mungkin beraneka ragam sebagaimana makhluknya. Berdasarkan logika mantik tersebut Al-Kindi menyusun argumentasinya bahwa keanekaragaman mesti selalu ada bersama keseragaman, dan itu tidak mungkin terjadi karena kebetulan namun karena sebab lain. Sebab lain itulah yang ia maksud adalah Tuhan.
Apa yang di gagas tentang keberadaan Tuhan oleh al-Kindi dengan bukti baharunya alam memang merupakan hal yang dapat dijangkau oleh setiap manusia. Sebagaimana argumentasi orang-orang arab bahwa tidak akan ada kotoran unta jika tidak ada untanya.  Namun ketika ia melampaui batas jangkauan akal dengan mencoba membahas subtansi zat Tuhan bahwa Tuhan tidak berubah ataupun tidak bergerak dengan alasan bahwa gerak hanya dimiliki oleh makhluknya, sementara Tuhan tidak sama dengan makhluknya, maka menurut hemat penulis ia hanya menyimpulkan demikian berdasarkan rumusan logika mantik, bukan berdasarkan pengamatan inderawi dan juga tidak ada keterangan sedikitpun mengenai dzat Tuhan tersebut. Oleh karena itu sesungguhnya hal yang demikian bukan hasil dari pemikiran berdasarkan akal dengan keterbatasannya, namun tidak lebih hanya sekedar spekulasi atau imajinasi yang didasarkan pada rumusan logika sebagai justifikasinya.

2.      Al-Farabi
Al-Farabi (wafat 950M), seorang filsuf muslim mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Salah satu filsafat al-Farabi adalah teori emanasi yang di dapatnya dari teori Plotinus apabila terdapat satu zat yang kedua sesudah zat yang pertama, maka zat yang kedua ini adalah sinar yang keluar dari yang pertama. Sedang Ia (Yang Esa) adalah diam, sebagaimana keluarnya sinar yang berkilauan dari matahari, sedang matahari ini diam. Selama yang pertama ini ada, maka semua makhluk terjadi dari zat-Nya.
Oleh sebab itu, filsafat al-Farabi ini mencoba menjelaskan bagaimana yang banyak bisa timbul dari Yang Satu. Tuhan bersifat Maha-Satu, tidak berobah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, Maha Sempurna dan tidak berhajat pada apapun. Kalau demikian hakekat Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari Yang Maha Satu? Menurut al-Farabi alam ini terjadi dengan cara emanasi.
Persoalan di atas, adalah sebuah rasa penasaran dari al-Farabi karena ia menemui kesulitan dalam menjelaskan bagaimana terjadinya banyak (alam) yang bersifat materi dari Yang Maha Esa  (Allah) jauh dari arti materi dan Mahasempurna. Dalam filsafat Yunani, Tuhan bukanlah pencipta alam, melainkan Penggerak Pertama, ini telah dikemukakan oleh Aristoteles. Di dalam doktrin ortodoks Islam (al-mutakallimin), Allah adalah pencipta, yang menciptakan dari tiada menjadi ada. Al-Farabi dan para filosof Muslim lainnya mencoba untuk mengIslamkan doktrin ini. Maka mereka mencoba untuk melihat doktrin Neoplatonis Monistik tentang emanasi. Dengan demikian, Tuhan yang dianggap penggerak Aristoles menjadi Allah Pencipta, yang menciptakan sesuatu dari bahan yang sudah ada secara
8
pancaran. Dalam arti, Allah menciptakan alam semenjak azali, materi alam berasal dari energi yang qadim, sedangkan susunan materi yang menjadi alam adalah baharu. Sebab itu, menurut filosof Muslim, Kun (jadilah) Allah yang termaktub dalam al-Qur’an ditujukan kepada Syai (sesuatu) bukan kepada La syai’ (nihil).
Sebagai contoh, Allah berfirman dalam Surat Yasin ayat 82.
 ”Sesungguhnya segala urusan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia. (Q.S. Yasin ayat 82).
Al-Farabi berpendapat Tuhan sebagai akal, berpikir tentang diri-Nya, dan dari pemikiran ini timbul suatu maujud lain. Tuhan merupakan wujud pertama (al wujudul awwal) dan dengan pemikirannya itu timbul wujud kedua (al wujudul tsani) yang juga mempunyai substansi. Ia disebut akal pertama (al aklu awwal) yang tidak bersifat materi. Sedangkan wujud kedua berpikir tentang wujud pertama dan dari pemikiran inilah timbul wujud ketiga (wujudul tsalis) disebut Akal Kedua (al aklu tsani).

3.      Al Ghazali
Tentang penciptaan alam, Al-Ghazali mempunyai konsep yang sangat berbeda dari konsepsi yang dimiliki para filsuf Muslim. Para filsuf Muslim, termasuk Ibnu Rusyd, berpendapat bahwa alam itu qadim, yakni tidak bermula dan tidak pernah ada. Sementara itu, Al-Ghazali berpikir sebaliknya.
Bagi Al-Ghazali, bila alam itu dikatakan qadim, mustahil dapat dibayangkan bahwa alam itu diciptakan oleh Tuhan. Jadi paham qadim-nya alam membawa kepada simpulan bahwa alam itu ada dengan sendirinya, tidak diciptakan Tuhan. Dan, ini berarti bertentangan dengan ajaran Alquran yang jelas menyatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan segenap alam (langit, bumi, dan segala isinya).
Bagi Al-Ghazali, alam haruslah tidak qadim dan ini berarti pada awalnya Tuhan ada, sedangkan alam tidak ada, kemudian Tuhan menciptakan alam, alam ada di samping adanya Tuhan. Sebaliknya, bagi para filsuf Muslim, paham bahwa alam itu qadim sedikit pun tidak dipahami mereka sebagai alam yang ada dengan sendirinya. Menurut mereka, alam itu qadim justru karena Tuhan menciptakannya sejak azali/qadim. Bagi mereka, mustahil Tuhan ada sendiri tanpa mencipta pada awalnya, kemudian baru menciptakan alam.
Gambaran bahwa pada awalnya Tuhan tidak mencipta, kemudian baru menciptakan alam, menurut para filsuf Muslim, menunjukkan berubahnya Tuhan. Tuhan, menurut mereka, mustahil berubah, dan oleh sebab itu mustahil pula Tuhan berubah dari pada awalnya tidak atau belum mencipta, kemudian mencipta. 
4.      Avicenna, Dokter yang Ahli Filsafat
Ibnu Sina dikenal di Barat dengan sebutan Avicienna.  Selain sebagai seorang filosof, ia dikenal sebagai seorang dokter dan penyair.  Ilmu pengetahuan yang ditulisnya banyak ditulis dalam bentuk syair.  Bukunya yang termasyhur Canon, telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin oleh Gerard Cremona di Toledo.  Buku ini kemudian menjadi buku pegangan (text book) dalam Ilmu Kedokteran yang diajarkan pada beberapa perguruan tinggi di Eropah, seperti Universitas Louvain dan Montpelier.  Dalam kitab Canon, Ibnu Sina telah menekankan betapa pentingnya penelitian eksperimental untuk menentukan khasiat suatu obat.  Ibnu Sina menyatakan bahwa daya sembuh suatu jenis obat sangat tergantung pada ketepatan dosis dan ketepatan waktu pemberian.  Pemberian obat
9
hendaknya disesuaikan dengan kekuatan penyakit.
Kitab lainnya berjudul Al-Shifa diterjemahkan oleh Ibnu Daud (di Barat dikenal dengan nama Avendauth-Ben Daud) di Toledo.  Oleh karena Al-Shifa sangat tebal, maka bagian yang diterjemahkan oleh Ibnu Daud terbatas pada pendahuluan ilmu logika, fisika dan  De Anima.[5]
Ibnu Sina membagi filsafat atas bagian yang bersifat teoritis dan bagian yang bersifat praktis.  Bagian yang bersifat teoritis meliputi :  matematika, fisika dan metafisika, sedang bagian yang bersifat praktis meliputi :  politik dan etika.
Dalam hal logika Ibnu Sina memiliki pandangan serupa dengan para filosof Islam lainnyanya seperti Al-Farabi, Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd, yang beranggapan bahwa logika adalah alat filsafat, sebagaimana di tuliskan dalam syairnya :
a.       Perlulah manusia mempunyai alat
b.      Pelindung akal dari yang palsu
c.       Imu logika namanya alat
d.      Alat pencapai semua ilmu
E.     Dasar Filsafat Islam
Dasar adalah suatu landasan untuk berdirinya suatu, fungsi dasar ialah memberikan arah pada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu, setiap negara mempunyai dasar pendidikan sendiri. Pencerminan filsafat suatu bangsa disusun dan oleh karna itu maka setiap sistim pendidikan suatu bangsa itu berbeda karena mereka mempunyai falsafah hidup yang berbeda, oleh karena menyangkut permasalahan falsafah maka dalam pola dasar filsafat islam itu mengandung pandangan islam. Islam memandang bahwa setiap fenomena alam adalah adalah hasil ciptaan Allah dan tunduk pada hukum-hukum Mekanismenya sebagai Sunatulloh, oleh karena itu manusia harus dididik agar mampu menghayati dan mengamalkan nilai-nilai dalam hukum Allah.
1.      Al-Qur’an
Suatu umat yang dianugrahkan Tuhan suatu kitab suci al-qur’an yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal, dasar-dasar pendidikan mereka adalah bersumber kepada filsafat hidup yang berdasarkan kepada al-qur’an.
Al-qur’an diakui oleh orang-orang islam sebagai firman Allah dan karenanya ia merupakan dasar bagi hukum mereka, Al-qur’an merupakan himpunan wahyu Tuhan yang samapi kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril, Al-qur’an tidak diwahyukan secara keseluruhan tetapi turun secara sebagian-sebagaian sesuai dengan
10
timbulnya kebutuhan dalam masa kira-kira 23 tahun. Diturunkannya Al-qur’an secara berangsur-angsur bertujuan untuk memecahkan setiap problema yang timbul dalam masyarakat. Dan juga menunjukkan suatu kenyataan bahwa pewahyuan total pada suatu waktu adalah mustahil, karena Al-qur’an turunnya petunjuk bagi kaum muslimin dari waktu kewaktu yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan yang terjadi. Al-qur’an sepenuhnya berorentasi tuk kepentingan manusia, dialah mata air yang kepadanya berpokok segala mata air yang diminum tuk menetapkan hukum al-qur’an dan menerangkan segala keperluan manusia, Al-qur’an sebagai tempat pengambilannya menjadi sandaran segala dasar cabang yang menjelaskan tentang pranata susila yang benar bail kehidupan manusia. Al-qur’an berisi aturan yang sangat lengkap dan tidak pula punya celah, mempunyai nilai universal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Al-qur’an dianggap sebagai sumber syari’at islam, terutama dan terpenting dan sumber-sumber yang mungkin untuk menjadi dasar falsafah pendidikan sesungguhnya mereka (kaum muslimin) tidak membaca al-qur’an kecuali pada tingkat pengajaran rendah itupun tanpa memahami maknanya dan menguasai dengan sempurna segala kandungannya, padahal sebenarnya Al-qur’an itu perbendaharaan maha besar meliputi perbendaharaan-perbendaharaan kebudayaan manusia. Terutama segi sepiritualnya, al-qur’an merupakan kitab pendidikan dan pengajaran secara umum, dan juga kitab pendidikan sosial.
Ibnu Rushd begitu  menghargai falsafah dan akal, karena tanpa akal ayat-ayat Al-qur’an dan maksud penciptaan manusia secara umum tidak banyak mempunyai arti, akal dan al-qur’an tidak bisa di pertentangkan. Jika kita menjumpai ayat-ayat Al-qur’an yang seolah-olah bertentangan dengan akal, menurut Ibnu Rushd ayat itu haruslah ditakwilkan seperti dia katakana secara tegas.
قان لان موافقافلا قول هنالك وان الان مخالفاتولباتئويله (المفل : ٧٩)
Artinya :
Jika disana tak ada pertentangan antara wahyu dan akal. Maka tak ada perlu dikatakan, tapi jika ada perhitungan, maka wahyu haruslah ditafsirkan (fash, Almaqal : 97)

2.      As-Sunnah (Hadits)
Dasar yang kedua selain Al-qur’an adalah sunnah Rosulullah, amalan yang dikerjakan oleh Rosulullah SAW proses perubahan hidup sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan islam karena Allah SWT menjadikan Muhammad sebagai teladan bagi umatnya. Nabi mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amal baik kepada istri dan sahabtnya, dan seterusnya mereka mempraktekan pula seperti yang dipraktekan Nabi dan mengajarkan pula kepada orang lain, perkataan atau perbuatan dalam ketetapan Nabi.
Assunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rosul SWT yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian/perbuatan orang lain yang diketahui Rosulullah dan
11
 beliau membiarkan saja kejadian/perbuatan itu berjalan, sunnah yang berisi Aqidah dan syari’ah, sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya/muslim yang bertaqwa, untuk itu Rosul Allah menjadi guru dan pendidik utama, beliau sendiri mendidik semua itu adalah pendidikan dalam rangka membentuk manusia muslim dan msyarakat islam.
Oleh karena itu sunnah merupakan landasan ke dua bagi cara Pembina pribadi manusia muslim, sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang, itulah sebabnya mengapa ijtihad perlu di tingkatkan dalam memahaminya termsuk sunnah yang berkaitan dengan pendidikan.
Assunnah sebagai dasar islam tidak terlepas dari fungsi as-sunnah itu sendiri terhadap al-qur’an, fungsi as-sunnah terhadap al-qur’an adalah sangat penting, ada beberapa pembenaran yang mendesak untuk segera di tampilkan, yaitu as-sunnah menerangkan ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat umum, maka dengan sendirinya yang menerangkan itu terkemudian dari yang diterangkan, assunnah mengkhidmati Al-qur’an, memang assunnah menjelaskan mujmal al-qur’an menerangkan muskilnya memanjangkan keringkasannya.
Prinsip menjadikan al-qur’an dan hadits sebagas dasar pendidikan islam bukan hanya di pandang sebagai kebenaran keyakinan semata, lebih jauh kebenaran itu juga sejalan dengan kebenaran yang dapat diterima oleh akal yang sehat dan bukti syarah. Dengan demikian barangkali wajar jika kebenran itu kita kembalikan kepada pembuktian kebenaran pernyataan Allah SWT dalam Al-qur’an, kebenaran yang dikandungnya adalah kebenaran yang hakiki, bukan kebenaran spekulatif dan relativ, hal ini sesuai dengan jaminan Allah.
Hadits Rosulullah SAW mengutus sahabat Mu’adz ra. untuk menjadi pemimimpin agama di negeri yaman, beliau di tanya oleh Rosululluh SAW.
قال : لم تحكم ؟ قال : بكتاب الله. قال : فان لم تجد ؟ قال : بسنة رسول الله
قال : فان لم تجد ؟ قال اجتهدرأي
Artinya:
Tanya Nabi dengan apa engkau menghukum jawab Muadz dengan kitab Alloh, Nabi berkata jikalau engkau tidak dapati jawab Mu’dz saya berijtihad dengan pikiran saya.

Khalifah Umar bin Khattab ra. pernah mengirim surat kepada Syuraih, ketika ia menjabat qodhi.
إذا أتك امرفا قض ليما ني كتاب الله. فان اتك ماليس فى كتاب الله فاقض بما فيه سنّ فيه رسول الله ص.م
Artinya :
12
Apabila datang kepada engkau suatu urusan, maka hukumkanlah dengan apa yang ada didalam kitab Allah, jika datang kepada engkau barang apa yang tidak didalam kitab Allah, maka hukumkanlah dengan apa yang pernah di hukumkan oleh Rosulullah.

Oleh sebab itu maka andaikata ada sebagai ummat yang mengaku sebagai umat islam berkata/berpendapat, bahwa tentang urusan agama cukup mengikuti Al-qur’an saya, tidak asah dengan assunnah, maka mereka itu adalah sesat dari jalan yang benar dan sudah tidak mengikuti pimpinan Al-qur’an, karena Al-qur’an telah memerintahkan dengan jelas dalam beberapa ayatnya bahwa umat islam harus mentaati (mengikuti pimpinan) Rasul, demikian maka sahabat Abdullah bin Umar ra pernah berkata.
من خالف السنه فقد كفر
Artinya :
Barang siapa menyalahi akan sunnnah, maka kufurlah ia.

Al-qur’an di yakini kebenaran dengan tegas, sedang as-sunnah masih di sangka kebenarannya, jelasnya al-qur’an itu dari segi ketetapan dan kenyataannya dari sangka, kecuali yang bertingkatan mutawatir oleh sebab itu yang maqthu (diyakini dengan tegas) harus didahulukan dari pada yang madrun (disangka) dengan demikian, maka wajiblah mendahulukan al-qur’an daripada as-sunnah.
As-sunnah itu adakalanya untuk menjadi keterangan bagi al-qur’an dan kalanya untuk menambah keterangan saja, maka dengan sendirinya as-sunnah terkemudian al-qur’an, yakni yang menerangkan itu terkemudian dari yang diterangkan maka jika as-sunnah terjadi keterangan tentu saja ia menjadi yang kedua sesudah yang diterangkan, maka al-qur’an harus di dahulukan.
F.     Kontribusi Filsafat Islam bagi Ilmu Pengetahuan
Filsafat Yunani, diakui atau tidak, memang merupakan salah satu sumber filsafat Islam, dan bukan satu-satunya. Sebab, filsafat Islam juga bersumber dari Persia, India, Tiongkok dan sebagainya. Menurut beberapa pemikir seperti Oliver Leaman dan CA. Qadir, bahwa pe­mikiran filsafat Islam tidak bersumber atau diimport dari filsafat Yunani, akan tetapi benar-benar berdasar pada ajaran-ajaran pokok Islam sendiri, yaitu al-Quran dan al-Sunnah. Meskipun demikian, ha­rus diakui bahwa rasionalisme menjadi lebih berkembang pesat sete­lah bertemu dengan logika-logika Yunani lewat penterjemahan-pen­ter­jemahan yang dilakukan.
Apabila menelaah filsafat Islam sebagaimana dipahami oleh to­koh-tokoh besarnya, seperti Ibnu Sina hingga Mulla Shadra, maka filsafat Islam meliputi metafisika dan juga
13
fisika. Sayang, kita telah kehilangan jejak pemikiran gemilang itu. Pada abad 12 M telah terjadi penerjemahan besar-besaran ke dalam bahasa Latin dan Ibrani, se­hingga pengaruh besar filsafat Islam ini menyadarkan orang Eropa dari Abad Kegelapan yang mereka alami dari abad 6 M-16 M. Bahkan, pada abad kegelapan Barat, filsafat Islam justru menjadi landasan bagi abad pencerahan Islam, dimana kemajuan yang ada bukan hanya dalam ilmu agama (ulumul quran, hadits, fiqih), tapi juga ilmu yang sekarang disebut sebagai ilmu umum (matematika, kimia, astronomi, musik, fisika, kedokteran dan lainnya).
Masa-masa keemasan perkembangan filsafat Islam mengalami tantangan yang sangat serius ketika al-Ghazali menulis kitab Tahâfut al-Falâsifah, dan disusul dengan kitab berikutnya, al-Munqidz min al-Dlalâl. Meskipun kedua risalah ini sebenarnya tidak menyerang filsa­fat secara keseluruhan, kecuali persoalan metafisika, khususnya filsa­fat al-Farabi dan Ibnu Sina, namun demikan secara keseluruhan buku tersebut mewarnai kecenderungan umum umat Islam untuk menghindari filsafat.
Usaha Ibnu Rusyd menjawab serangan al-Ghazali dengan menge­luarkan kitab Tahâfut al-Tahâfut, sepertinya tidak berhasil menggairah­kan kembali pemikiran filsafat Islam. Bahkan, setelah Ibnu Rusyd, gema filsafat Islam semakin tak terdengar dalam kancah intelektual Islam, kecuali dalam Mazhab Syiah. Di kalangan elit terpelajar  ini, pemikiran filsafat tetap saja berjalan dan hidup, sehingga masih lahir tokoh-tokoh terkemuka seperti Mulla Shadra (1571 M – 1640 M), Mulla Hadi Sabziwari (1797 M – 1873 M) dan lainnya.
Di dunia Sunni sendiri, khususnya di era modern perkembangan filsafat Islam menemukan gairahnya pada saat Muhammad Iqbal (1877–1938 M) yang berusaha mengobarkan kembali elan vital pemi­kiran Islam, disusul kemudian beberapa filosof Islam kontemporer seperti Fazlur Rahman, Hassan Hanafi, Muhammad Abed al-Jabbiri, Seyyed Hossein Nasr, dan lainnya.
Dalam rangka menuju perkembangan filsafat Islam kontemporer yang lebih produktif lagi, tentu saja kesungguhan dari umat Islam, khususnya di Indonesia, sangat dibutuhkan. Setidaknya untuk mem­per­baiki berbagai sistem pendidikan Islam, secara khusus di lingkungan perguruan tingginya, sehingga diharapkan bisa lebih aktif  merepro­duksi berbagai warisan khazanah intelektual yang kemudian bisa dijadikan landasan filosofis untuk kebangkitan peradaban Islam se­cara makro.
G.    Filsafat dan Rahasia Ibadah
Kata Filsafat memiliki banyak sekali arti, baik arti sempit maupun luas. Dalam hal ini Filsafat ibadah terdiri dari dua kata yaitu filsafat dan ibadah. Kaitannya dengan filsafat ibadah, filsafat itu sendiri diartikan secara etimologi yaitu memiliki arti berfikir bijaksana dan  secara terminologi filsafat berarti mencari hakikat kebenaran. Sedangkan ibadah secara etimologi, berarti taat, tunduk, patuh dan sebagainya, sedangkan secara terminologi ibadah berarti penghambaan diri seseorang terhadap Sang Khaliq dengan menjalankan segala perintah-perintahnya serta menjauhi larangan-larangannya. Ibadah tidak hanya berupa shalat,
14
 zakat, puasa dan haji tetapi ibadah dapat berupa doa dan dzikir serta segala amal perbuatan yang diridhoi oleh Allah Swt. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai filsafat ibadah berupa ibadah shalat, zakat, puasa, dan haji.
  1. Filsafat Shalat

Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa, sedangkan menurut istilah shalat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratkan yang ada.
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan. Adapun secara hakikinya ialah” berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya”atau” mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya.
Shalat di nilai sah dan semprna apabila shalat tersebut di laksanakan dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun dan hal-hal yang disunnahkan serta terlepas dari hal-hal yang membatalkanya.
·         Syarat-syarat Shalat
Syarat-syarat Shalat adalah sesuatu hal yang harus di penuhi sebelum kita melaksanakan shalat. Syarat Shalat di bagi menjadi 2 yaitu:
a.       Syarat wajib Shalat adalah syarat yang wajib di penuhi dan tidak bisa di nego-nego lagi. Seperti Islam, berakal dan tamziz atau baligh. suci dari haid dan nifas serta telah mendengar ajakan dakwah islam.
b.      Syarat sah shalat itu ada 8 yaitu:
1.      Suci dari dua hadas
2.      Suci dari najis yang berada pada pakaian, tubuh, dan tempat shalat.
3.      Menutup aurot
4.      Aurat laki-laki yaitu baina surroh wa rukbah( antara pusar sampai lutut), sedangkan aurot perempuan adalah jami’i  badaniha illa wajha wa kaffaien (semua anggota tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan).
5.      Menghadap kiblat
6.      Mengerti kefarduan Shalat
7.      Tidak meyakini salah satu fardu dari beberapa fardu shalat sebagaisuatu sunnah.
15
8.      Menjauhi hal-hal yang membatalkan Shalat.
·         Rukun Shalat 
Shalat mempunyai rukun-rukun yang harus dilakukan sesuai dengan aturan dan ketentuannya, sehingga apabila tertinggal salah satu darinya, maka hakikat shalat tersebut tidak mungkin tercapai dan shalat itu pun dianggap tidak sah menurut syara`.
1.      Niat.
2.      Takbiratul Ihram.
3.      Berdiri Pada Saat Mengerjakan Shalat Fardhu
4.      Membaca al-Fatihah.
5.      Ruku’.
6.      Sujud dua kali setiap raka'at
7.      Duduk antara dua sujud
8.      Membaca tasyahud akhir
9.      Duduk pada tasyahud akhir
10.  Shalawat kepada Nabi SAW setelah tasyahud akhir.
11.  Duduk diwaktu membaca shalawat.
12.  Memberi salam
13.  Tertib.
·         Macam-macam Pelaksanaan Shalat
a.  Macam-macam shalat
Dilihat hukum melaksanakanya, pada garis besarnya shalat di bagi menjadi dua, yaitu shalat fardu dan shalat sunnah. Selanjutnya shalat fardu juga di bagi menjadi dua, yaitu fardu ain dan fardu kifayah. Demikian pula shalat sunah, juga di bagi menjadi dua, yaitu sunnah muakkad dan ghoiru muakkad.
ü  Shalat fardu
Shalat fardu adalah shalat yang hukumnya wajib, dan apabila di kerjakan mendapatkan pahala, kalau di tinggal mendaptkan dosa. Contohnya: shalat lima wakktu, shalat jenazah dan shalat nadzar. Shalat fardu ada 2 yaitu:

16
-          Fardu Ain adalah shalat yang wajib di lakukan setiap manusia. shalat ini di laksanakan sehari semalam dalam lima waktu (isya’, subuh, dhuhur, asar, magrib) dan juga shalat Jum’at.
-          Fardu kifayah adalah shalat yang di wajibkan pada sekelompok muslim, dan apabila salah satu dari mereka sudah ada yang mengerjakan maka gugurlah kewajiban dari kelompok tersebut. Contoh: shalat jenazah.
Shalat fardu karena nadzar adalah shalat yang di wajibkan kepada orang-orang yang berjanji kepada Allah SWT sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah atas segala nikmat yang telah di terimanya. Contoh : Ahmad akan melasanakan ujian, dia bilang kepada dirinya dan teman-temanya, “ nanti ketika saya sukses mengerjakan ujian dan lulus saya akan melakukan shalat 50 rokaat “ ketika pengumuman dia lulus maka Ahmad wajib melaksanakan Shalat nadzaR
ü  Shalat Sunnah
Shalat Sunnah adalah shalat yang apabila di kerjakan mendapatkan pahala dan apabila tidak di kerjakan tidak mendapatkan dosa. Shalat sunah di sebut juga dengan Shalat tatawu’, nawafil, manduh, dan mandzubat, yaitu shalat yang di anjurkan untuk di kerjakan. Shalat sunnah juga di bagi 2 yaitu:
-          Sunnah Muakkad adalah shalat sunah yang sealalu dikerjakan atau jarang sekali tidak dikerjakan oleh Rosulluloh SAW dan pelaksanaannya sangat dianjurkan dan di tekankan separti solat witir, solat hari raya dan lain-lain
-          Sunnah ghaeru muakkadah adalah solat sunah yang tidak selalu dikerjakan oleh Rosulluloh SAW,dan juga tidak di tekan kan untuk di kerjakan solat.
·         Hikmah-Hikmah Shalat
Yang termasuk hikmah shalat yaitu:
1.      Meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dan mengingatNya
2.      Mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar
3.      Mendekatkan diri kepada Allah
4.      Penyerahan diri manusia kepada Allah secara tulusn ikhlas
5.      Meningkatkan disiplin, sabar, dan khusuk
6.      Menjaga kebersihan dan kesucian jiwa raga
7.      Meningkatkan sifat toleransi terhadap sesama manusia
2.      Filsafat Zakat
17


Menurut bahasa zakat berarti suci atau subur sedangkan menurut istilah zakat ialah mengluarkan sebagian harta untuk diberikan kepada mereka yang berhak, menurut aturan yang telah ditentuakan al Quran dan Sunnah rasul.
Pada masa Rasulallah harta yang boleh dizakatkan ada lima yaitu perhiasan (emas dan perak), barang perniagaan, tumbuh-tumbuhan, binatang seperti unta, sapi biri-biri, dan barang logam serta barang simpanan jahiliyah. Sebanya karena harta-harta tersebut dapat berkembang dan subur baik secara langsung maupun tidk langsung. Para ulama membagi harta menjadi tiga golongan yaitu harta yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, misalnya runah, perlengkapan rumah tangga dan kendaraan; harta yag dimiliki untuk memperoleh keuntungan atau harta berkembang dan subur, misalnya tanah yang ditanami, binatang ternak, dan barang dagangan; harta yang dapat dikatakan ebagai harta yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan dpat pula dikatakan sebagai harta berkembang, misalnya emas dan alat-alat pertukangan.
Adapun hikmah dan rahasia zakat dari segi yang mengeluarkan zakat yaitu :
1. Menyucikan diri dari sifat kikir dan cinta harta berlebihan
2. Memperbanyak sifat-sifat baik dan harta itu sendiri
3. Mendekatkan diri kepada Allah
4. Menjadi bukti rasa syukur
5. Mengekalkan pahala
Adapun hikmah dan rahasia zakat dari segi penerima zakat yaitu :
1. Menghilangkan kesulitan hidup fakir miskin
2. Memelihara fakir miskin dari kehinaan
3. Membantu orang-orang yang berhutang untuk membayar hutangnya
4. Memudahkan ibnu sabil dalam perjalanannya
5. Membantu orang-orang yang berjuang dijalan Allah
Adapun hikmah dan rahasia zakat dari segi keduanya adalah dapat menyempurnakan imannya, baik bagi yang miskin maupun yang kaya serta mewujudkan kasih sayang dan persaudaraan antara kedua belah pihak.
3.      Filsafat puasa
Ada dua rahasia waktu puasa yaitu puasa pada bulan ramadhan dan puasa pada bulan diantara bulan tahun hijriah. Menurut sebagian ulama puasa dilakukan pada bulan ramadhan karena dalam bulan ramadhan ini diturunkan Al Qur’an dan Rasulallah SAW menerima permulaan wahyu (surat Al Baqarah (2) :135). Puasa pada dasarnya menahan makan, minum, dan hubungan seksual, namun sebenarnya tidak hanya itu. Sehubungan dengan hal ini puasa dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu :
18
§  Tingkatan puasa umum, mencakup menahan makan, minum dan hubungan seksual.
§  Tingkatan puasa khusus, mencakup menahan makan, minum, hubungan seksual, dan menahan anggota badan dari perbuatan dosa. Untuk mencapai tingkatan puasa khusus ini diperlukan beberapa syarat tertentu.
§  Tingkatan puasa Ahlul ma’rifah, yaitu menahan makan, minum, hubungan seksual, dan menahan hati dari segala cita-cita yang hina, pikiran duniawi, dan segala hal selain Allah, karena semata-mata mengharapkan keriedlaan Allah.

Hikmah dan rahasia puasa dilihat dari beberapa segi :
a.       Segi Fisiologis
Dalam otak manusia terdapat saraf yang disebut saraf penahan ysng berfungsi mengendalikan tingkah laku. Sehingga pada waktu puasa saraf penahan ini dapat terkendali karena pada saat puasa kita menahan diri dari beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seperti makan, minum, hubungan seksual, dll. Dengan demikian puasa merupakan system pendidikan untuk mengendalikan perut, seksual, dan tingkah laku yang terlarang. Dalam puasa etika kaidah-kaidah moral yang dipakai dalam menumbuhkan dan membentuk sifat saraf penahan bersifat universal, karena berasal dari wahyu Allah dan sunnah Rasul.
b.      Segi Spiritual
§  Dapat meningkatkan kekuatan rohaniah.
§  Dapat menjauhkan diri dari kepentingan pribadi dan berbuat baik kepada orang lain, serta menimbulkan perasaan yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah.
§  Membiasakan diri bersabar
§  Memperingatkan diri bahwa manusia itu hanyalah hamba Allah yang sangat lemah.
§  Menumbuhkan kekuatan pikiran dan hati.
Serta masih banyak hikmah-hikmah yang lain yang tentunya sangat berdampak baik pada kehidupan jasmani dan rohani manusia.
4.      Filsafat Haji
Haji merupakan ibadah yang memiliki rukun-rukun yang sangat kompleks, dan tiap amalan tersebut mengandung rahasia tertentu. Adapun rahasianya adalah sebagai berikut :
ü  Rahasia memakai ihram
§  Mengingatkan bahwa kelak jika kita meninggal mengenakan kain kafan untuk membungkus tubuh kita.
§  Memperkuat kemauan
§  Menjauhi syahwat
§  Menghilangkan perbedaan daam masyarakat
ü  Rahasia thawaf
§  Ibarat berkumpul dan berkeliling hati di sekitar kesucian Allah.

19
§  Menyerupai para malaikat yang mendekati Allah dan mengelilingi arsy
§  Menyatakan kebesaran Baitullah
ü  Rahasia mencium al-Hajru al-aswad
§  Ibarat melekukan janji dengan Allah intuk mentaati-Nya.
ü  Rahasia sa’i antara ash-Shafa dan al-Marwah
§  Mengenang perbuatan Ibu Isma’il
§  Menumbuhkan rasa syukur pada waktu memperoleh apa yang dibutuhkan walaupun sudah lelah.
§  Untuk memohon turunnya rahmat Allah dan untuk mengharapkan ampunan serta kerelaan-Nya.
§  Mengingatkan akan mondar-mandirnya antara dua daun neraca al Mizan dengan mengumpamakan as-Shafa dengan daun neraca kebaikan dan al-Marwah dengan daun neraca kejahatan.
ü  Rahasia wuquf di Arafah
§  Mengingatkan lapangan luas tempat dimana semua umat berkumpul pada hari kiamat.
§  Menyerahkan diri dengan hati yang tunduk dan takut dengan tangan menengadah ke langit untuk memohon dan mengharapkan curahan rahmat serta berkah dari Allah.
ü  Rahasia singgah di Mina
§  Memperlihatkan kebesaran Islam.
ü  Rahasia melempar jamrah
§  Meneladani Nabi Ibrahim pada waktu menaati perintah Allah melempari Iblis yang menggodanya dengan batu untuk mngusirnya.
§  Sebagai ibarat yang menggambarkan kutukan terhadap kejahatan.
§  Sebagai ibarat untuk menyatakan kesungguhan dan kemauan untuk menyingkrkan hawa nafsu yang merusak.
ü  Rahasia penyembelihan Qurban
§  Meneladani Nabi Ibrahim pada waktu menaati perintah Allah untuk menyembelih anaknya, kemudian diganti dengan biri-biri.
§  Mengenang nikmat Allah yang dilimpahkan kepada Isma’il.
§  Mendekatkan diri kepada Allah semoga Allah membebaskan bagian dari badan kita dari neraka dengan tiap-tiap bagian tubuh dari binatang itu.
ü  Rahasia mencukur rambut
§  Menyatakan selesai dari ihram, sebagaimana salam dalam shalat.
§  Membersihkan diri dari rambut yang panjang dan dibiarkan kusut.
Selain amalan-amalan yang dilakukan dalm ibadah haji memiliki rahasia, Ibadah haji itu sendiri juga mengandung hikmah dan rahasia sebagi berikut dilihat dari beberapa segi.
a.       Dari segi aqliah
§  Mendorong umat islam untuk mencari kekayaan yang sebanyak-banyaknya, karena untuk menyempurnakan agama dengan beribadah haji memerlukan biaya yang banyak.

20
§  Melatih berkorban
§  Melatih umat islam berani menempuh kesulitan
§  Mewujudkan pertemuan besar di antara umat islam seluruh dunia.
§  Media untuk berkenalan dengan seluruh umat islam di dunia dan menciptakan ukhuwah islamiyah.
§  Mewujudkan persamaan di antara mereka.
§  Media untuk berunding dan bermusyawarah memikirkan kepentingan agama dan umat islam.

b.      Dari segi nash hadits
§  Memberikan jaminan masuk surga
§  Diampuni dosa-dosanya.
§  Memudahkan diterimanya doa.
§  Mendapat rahmat Allah.

H.    Pola Berpikir Filosofis
Berfikir merupakan hal yang lazim dilakukan oleh semua orang, tidak hanya dari kalangan tertentu saja, tapi semua kalangan masyarakat. Tapi tidak semua dari mereka yang berfikir filsafat dalam kehidupan sehari-harinya. Berfikir filsafat sangatlah penting untuk semua orang dalam rangka menjalani aktivitas sehari-hari, atau untuk mencari solusi bagi sebuah permasalahan. Jika ditelaah secara mendalam, begitu banyak manfaat, serta pertanyaan-pertanyaan yang mungkin orang lain tidak pernah memikirkan jawabannya. Karena filsafat merupakan induk dari semua ilmu. Beberapa manfaat mahasiswa berfikir filsafat, yaitu mengajarkan cara berpikir kritis, sebagai dasar dalam mengambil keputusan, menggunakan akal secara proporsional, membuka wawasan berpikir menuju kearah penghayatan, dan masih banyak lagi. Itulah sebabnya mengapa setiap mahasiswa diharapkan untuk selalu berfikir filsafat kapanpun, dimanapun, dan dalam situasi apapun ia berada. Apalagi seorang Hakim yang harus selalu berfikir filsafat radikal, universal, konseptual, koheren/konsisten, dan sistematis dalam memutuskan suatu perkara.
Berfilsafat itu berarti berpikir, tapi berpikir itu tidak berarti berfilsafat. Hal ini disebabkan oleh berfilsafat berarti berpikir artinya dengan bermakna dalam arti berpikir itu ada manfaat, makna, dan tujuannya, sehingga mudah untuk direalisasikan dari berpikir itu karena sudah ada acuan dan tujuan yang pasti/sudah ada planning dan contohnya, dan yang paling utama hasil dari berpikir itu bermanfaat bagi orang banyak, tapi berpikir tidak berarti berfilsafat, karena isi dari berpikir itu belum tentu bermakna atau mempunyai tujuan yang jelas atau mungkin hanya khayalan saja.
Filsafat membawa kita berpikir secara mendalam, maksudnya untuk mencari kebenaran substansial atau kebenaran yang sebenarnya dan mempertimbangkan semua aspek, serta menuntun kita untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap.
21
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Uraian diatas menunjukkan kepada kita betapa besar sumbangan peradaban Islam terhadap pengembangan filsafat dan ilmu pengetahuan, yang kita kenal sekarang. Meskipun sampai saat ini masih terdapat kecenderungan untuk menafikan pengaruh peradaban Islam terhadap perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan
Semangat mencari kebenaran yang dirintis oleh pemikir Yunani dan hampir padam oleh karena jatuhnya Imperium Romawi, hidup kembali dalam kebudayaan Islam. Will Durant menyatakan bahwa jika orang Yunani adalah Bapak Metode Ilmiah, maka kaum muslimin adalah Bapak Angkat Metode Ilmiah. Metode Ilmiah diperkenalkan ke dunia barat oleh Roger Bacon (1214 – 1294) dan selanjutnya dimantapkan sebagai paradigma ilmiah oleh Francis Bacon (1561 – 1626).
Semangat para filosof dan ilmuwan Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tidak lepas dari semangat ajaran Islam, yang menganjurkan para pemeluknya belajar segala hal, sampai ke Negeri Cina sekalipun, sebagaimana perintah Allah SWT dalam Al Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW.
Semangat belajar tak pernah lepas dari barat yang terus menerus mengevaluasi kekayaan ilmiahnya. Islam yang pernah Berjaya melebihi peradaban apapun seharusnya dapat meningkatkan kapasitas keilmuan di kancah Internasional, sehingga klaim-klaim bahwa barat membutuhkan timur (baca: Islam) dalam kemajuan intelektual mereka. Tanpa Islam, sulit rasanya membayangkan barat masih merangkak dalam kungkungan masa kegelapan mereka, tanpa adanya pedoman dari Islam.
Proses dialektis kelimuan antar-peradaban inilah yang menjadikan proses kemajuan peradaban manusia terus menuju arah yang lebih baik. Klaim bahwa disiplin ilmu tertentu berasal dari timur, dan beberapa disiplin ilmu lain berasal dari barat hendaknya dipahami dalam konteks kekinian, sebagai pelecut semangat bagi generasi sekarang untuk terus berusaha menuju kejayaan keilmuan demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik bagi umat manusia.



22
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2011. Pengantar filsafat barat.  Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

Asy’arie, Musa. 2002. Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir. Yogyakarta :     LESFI

Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta : Gaya Media Pratama


http://makalahe19.blogspot.co.id/2015/02/makalah-filsafat-islam-filsafat-islam.html
http://islammakalah.blogspot.co.id/p/pengertian-filsafat_30.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar