Korelasi dan Vitalisasi Pustaka dengan Pendidikan
Pendidikan
(educate) merupakan instrumen
yang diharapkan mampu memperbaiki moral dan melatih intelektual bangsa, khususnya para generasi muda. George F Kneller (1967) menjelaskan,
pendidikan adalah tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi perkembangan jiwa,
watak, maupun kemauan fisik individu.
Ki Hajar Dewantara (1977)
juga
menyatakan,
pendidikan merupakan
tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak agar mereka sebagai manusia sekaligus
sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya. Pendidikan juga mengandung pembinaan kepribadian,
pengembangan potensi, peningkatan pengetahuan dari yang tidak tahu menjadi
tahu, serta tujuan ke arah mana dalam mengaktualisasikan diri secara optimal.
UNESCO
merekomendasikan pilar-pilar yang dapat diterapkan sebagai prinsip-prinsip pembelajaran (pendidikan) antara lain Learning To Do (belajar untuk membuktikan kemampuan dalam suatu
tindakan), Learning To Know (belajar
memaksimalkan pengetahuan dan wawasan), Learning To Be
(belajar untuk menentukan tujuan kedepan), Learning
To Live Together (belajar bagaimana cara memasyarakatkan diri
dalam kehidupan sosial), Learning How To Learn
(belajar untuk mempelajari cara belajar yang benar dan efektif), dan Learning
Throughout Life (belajar
menyadari bahwa ilmu berasal dari Tuhan yang dianugerahkan pada manusia agar
bermanfaat sepanjang hidupnya).
Dalam
era globalisasi, pendidikan maupun pembelajaran tidak saja diartikan sebagai sekolah atau lembaga formal semata. Meningkatkan pengetahuan dan life skill bisa dimulai dengan upaya tanggap terhadap berbagai informasi, komitmen menambah wawasan, tanpa
rasa malu bertanya, mengeksplorasi sesuatu yang baru, dan mencari sumber pengetahuan yang ada di sekitar
kita.
Salah satu ruang yang menyediakan berbagai sumber
pengetahuan tersebut berasal dari buku-buku atau berbagai bacaan yang ada di
perpustakaan. Perpustakaan merupakan tempat daripada sumber-sumber
ilmu bidang akademik maupun non-akademik yang disediakan bagi masyarakat luas. Materi bacaan
yang ada berasal dari
beranekaragam disiplin ilmu,
dari tingkat pendidikan paling dasar, menengah, pendidikan tinggi, maupun pengetahuan atau bacaan yang bersifat
umum.
Sudah saatnya kita menyadari betapa
pentingnya perpustakaan di
masa modern ini. Karenanya pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber pengetahuan harus
dioptimalkan sehingga kualitas dan kegunaan
perpustakan juga dapat maksimal.
Pepatah menyebutkan
buku adalah jendela dunia. Maksudnya,
kita dapat mengetahui isi dunia tanpa harus susah mencarinya karena bisa ditemukan dari buku secara cepat, tepat, dan
dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya. Semakin dapat
menguasai buku,
berarti kita telah menggenggam dunia. Dengan membaca juga dapat meningkatkan perbendaharaan wawasan. Selain itu, membaca buku di perpustakaan
tidaklah harus mengeluarkan banyak nominal. Perpustakaan berfungsi sebagai sarana
penelitian, edukasi, informasi, rekreasi dan meningkatkan kemampuan akademik
maupun umum.
Sayang, berbicara tentang
perpustakaan sebagian orang masih
memandang
sebelah mata. Bahkan ada yang berargumentasi, perpustakaan hanya digunakan sebagai sarana belajar
bagi
anak sekolah. Anggapan demikian
tentunya salah besar. Padahal mencari ilmu tidaklah mengenal usia, siapa saja bisa dan mestinya melakukan hal itu. Masyarakat atau khususnya generasi
muda tidak lagi menganggap penting keberadaan perpustakaan. Mereka merasa cukup dengan apa yang
didapatkan dari sekolah
(guru) dan data-data melalui brawshing
di internet tanpa harus repot-repot pergi ke perpustakaan. Apalagi jika lokasi perpustakaan cukup jauh dari
aktifitasnya setiap hari. Dapat dikatakan datang saja sudah merasa malas apalagi untuk membaca.
Hal
ini menunjukkan telah menipisnya ketertarikan pada budaya membaca. Meskipun sudah tersedia
perpustakaan dan banyak di jual
buku di toko-toko atau counter buku namun minat baca masyarakat kurang. Beda dengan arena shopping
atau counter pulsa yang justru selalu ramai pengunjung. Persentasi
peminatan orang pada
buku masih jauh di bawah masyarakat yang tinggal di
negara-negara maju, seperti
Jepang, Australia, Amerika,
dan sebagainya. Lantas
bagaimana
mau maju negara tercinta ini jika dari hal yang sederhana saja
sudah malas melakukan?
Bak
menjadi tradisi, minat baca dan ketertarikan pada perpustakaan relatif
memprihatinkan. Pendidikan selama ini belum mampu menggugah gemar membaca di setiap
orang. Cukup sulit untuk menjadikannya sebagai budaya. Kebiasaan membaca memang
seharusnya dipupuk sedini mungkin. Salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya
minat baca yaitu adanya kemajuan teknologi. Orang
lebih memilih mengeksplorasi data
dari internet daripada mengunjungi
perpustakaan. Hal ini memberi kesan tidak berfungsi lagi perpustakaan sebagai
penolong dalam pencarian ilmu, karena semakin canggih teknologi semakin menurun
daya tarik pada perpustakaan. Ditambah lagi perkembangan media sosial,
akibatnya lebih nyaman di depan komputer daripada di depan buku. Padahal beberapa pakar menilai tidak seluruhnya data yang diambil dari internet
itu dapat dipertanggungjawabkan kebenaran secara ilmiah.
Rekondisi Perpustakaan
Dalam
beberapa kasus umumnya,
sebagian peran perpustakaan tidak seperti yang diharapkan. Banyak objek
perpustakaan yang dibiarkan begitu saja, bahkan jarang dikunjungi. Sangat
disayangkan jika terdapat sudut-sudut yang seolah tidak ada kepedulian. Kondisi
ini memaksa kita untuk tanggap, mengingat peran dan fungsi perpustakaan yang
belum maksimal.Situasi perpustakaan yang sepi dapat disimpulkan bahwa tak ada
lagi daya pikat pada banyak orang. Mayoritas buku disimpan rapi tanpa ada yang
menyentuhnya. Banyak tulisan yang tak
pernah dibaca. Ilmu seakan dianggap murah dan tidak dibutuhkan. Sayang jika
ilmu yang telah dirumuskan dengan cara tak mudah itu hanya dibiarkan saja. Jika
bukan kita yang membacanya, lalu siapa lagi yang akan menyentuhnya mengingat
usia buku semakin tua. Begitu melimpahnya koleksi buku yang belum tentu kita
sudah menguasai. Sangat disayangkan buku itu hanya menjadi pajangan semata
tanpa memberi faedah bagi banyak orang. Tidak jadi masalah apabila kita mau
memanfaatkannya lagi.
Sebagai
contoh misalnya kondisi
yang terdapat di Perpustakaan Daerah Kabupaten Grobogan. Data Jumlah pengunjung terus mengalami penurunan.
Misalnya tahun
2013 tercatat 9.203 orang,
pada tahun 2012 turun menjadi 10.999
orang atau
mengalami depresiasi sekitar 16
%. Dapat disimpulkan mayoritas pengunjung sudah mengalami kejenuhan untuk
mendatangi perpustakaan. Hal yang sangat memprihatinkan, konon ada puluhan buku
yang sampai sekarang belum kembali dari peminjamnya. Hal ini mempertegas bahwa buku sudah
diremehkan sehingga tidak ada kepedulian untuk mengembalikan ke tempat semula.
Berdasarkan
hasil survei bulan April 2014
lalu,
suasana perpustakaan relatif
sepi pengunjung. Letak perpustakaan ini sebenarnya cukup strategis karena berada di pinggir jalan raya dan pusat kota
(Alun-Alun Purwodadi). Dahulu perpustakaan ini
bekas gedung SPG (Sekolah
Pendidikan Guru). Sayang tidak banyak yang tahu bahwa dalam gedung terdapat
perpustakaan dengan segala koleksinya. Papan nama perpustakaan pun kurang jelas
jika dilihat dari luar. Inilah faktor ketidaktahuan masyarakat bahwa ada sebuah
perpustakaan di dalam sana. Apabila terus berlanjut, dapat diprediksikan perpustakaan akan kehilangan satu per satu
penggemarnya.
Berbagai
upaya konon telah
ditempuh oleh pihak pengelola perpustakaan
dalam menyosialisasikan pada masyarakat akan pentingnya perpustakaan. Salah
satunya dengan mengadakan perpustakaan keliling dari satu sekolah ke sekolah
lain. Dengan begitu, masyarakat khususnya para pelajar menjadi lebih mengenal
dan menyukai perpustakaan. Selain itu dapat mendidik dan membudayakan minat
baca di kalangan siswa dan
masyarakat.
Sudah
semestinya kelesuan perpustakaan ini
segera dibangkitkan
kembali agar lebih berharga di kehidupan masyarakat. Sebab perlu disadari pendidikan, perpustakaan, dan minat membaca tidaklah dapat dipisahkan satu sama lain. Jika
tidak ada perpustakaan, maka tidak ada
minat membaca dan akibatnya
pendidikan tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu kembali pada kesadaran
masing-masing individu yang ingin maju atau tidak. Mereka bersifat statis atau dinamis? Sekadar penonton atau menjadi aktor? Motivasi dalam diri idealnya perlu dikembangkan agar
timbul semangat dan minat dalam membaca. Kemauan dan kemampuan mengeksplorasi
apapun yang berada dalam buku juga perlu ditingkatkan. Faktor-faktor penunjang
diharapkan mampu meningkatkan potensi dan kemampuan dalam diri seseorang.
Rekondisi
sebaiknya segera dilakukan kelak
perpustakaan menjadi lebih berarti lagi di mata masyarakat khususnya
untuk generasi muda. Mengubah ruangan menjadi lebih nyaman dengan suasana yang
mendukung. Tak perlu mewah namun menyenangkan dan yang pasti mudah dijangkau.
Hal ini dapat terlaksana apabila terdapat kerjasama antara pemerintah dengan
masyarakat. Bukan berarti pemerintahlah yang bertanggungjawab penuh atas
pendidikan dan minat baca, tetapi seberapa besar partisipasi dan peran
masyarakat yang dapat menggerakkan roda pendidikan di negeri tercinta ini.
Ditambah lagi adanya apresiasi setinggi-tingginya dari masyarakat yang mampu
mendongkrak kenaikan popularitas perpustakaan, khususnya di mata pelajar dan masyarakat umum. Dengan
diawali dari dalam diri untuk sering membuka dan memahami apa makna dari buku dan
berusaha mengajak orang lain untuk tertarik pada suatu bacaan sehingga kegiatan
membaca menjadi suatu kebiasaan bahkan tradisi.
Bagi
generasi muda, sudah sepantasnya kita berpikir dan peduli terhadap problematika
pendidikan di negeri ini meskipun dimulai dari cara yang sederhana. Dengan
menjadikan buku sebagai sahabat dalam membuka cakrawala wawasan dan mempertajam
daya ingat serta mengajak bereksplorasi untuk menemukan hal-hal menarik dalam
buku sehingga secara psikologis dapat terangsang dan timbul rasa penasaran
terus-menerus sampai habis. Setidaknya
generasi muda terbiasa dengan aktivitas membaca dan menyadari arti
penting sebuah buku serta mengasah kemampuan intelektual. Dampak positifnya
perpustakaan lambat laun menjadi patner akrab dalam mengenyam pendidikan. Maka
akan timbul kesan bahwa pendidikan itu menyenangkan dan bukan menjadi momok
menakutkan yang biasa terjadi pada akhir masa sekolah.
Intinya
mengusahakan korelasi pendidikan dan fungsi perpustakaan harus berjalan seimbang
dalam menghasilkan benih-benih harapan bangsa yang berkualitas secara realisasi
bukan teoritis. Generasi muda yang menjunjung tinggi pendidikan, sehingga tidak
ada lagi sebagian orang yang tak berkesempatan mengenyam pendidikan tersebut
serta merevolusi jati diri yang
sesungguhnya. Mereka yang menjadi inspirator dan motivator bagi
sekelilingnya. Memperjuangkan mimpi dan
membuktikan pada dunia dengan langkah dan tekat yang kuat. Selain itu dapat
meningkatkan kualitas penduduk dengan kuantitas penduduk yang melimpah dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam tujuan nasional negara
Indonesia.*
Riwayat Penulis
Nama :
Eka Wahyu Andayani
Tempat/Tanggal Lahir : Boyolali, 3 Juli 1997
Asal Sekolah : SMA Negeri 1 Purwodadi
Alamat : Cingkrong
Rt 08/01 Purwodadi, Grobogan
Riwayat Pendidikan :
1. TK Wajib Belajar Jakarta
2. SDN
Grogol Selatan 17 Pagi Jakarta
3. SMP Negeri 3 Purwodadi
4. SMA Negeri 1 Purwodadi