Rabu, 09 Juli 2014

Korelasi dan Vitalisasi Pustaka dengan Pendidikan



Korelasi dan Vitalisasi Pustaka dengan Pendidikan
Pendidikan (educate) merupakan instrumen yang diharapkan mampu memperbaiki moral dan melatih intelektual bangsa, khususnya para generasi muda. George F Kneller (1967) menjelaskan, pendidikan adalah tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi perkembangan jiwa, watak, maupun kemauan fisik individu. Ki Hajar Dewantara (1977) juga menyatakan, pendidikan merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pendidikan juga mengandung pembinaan kepribadian, pengembangan potensi, peningkatan pengetahuan dari yang tidak tahu menjadi tahu, serta tujuan ke arah mana dalam mengaktualisasikan diri secara optimal.
UNESCO merekomendasikan pilar-pilar yang dapat diterapkan sebagai prinsip-prinsip pembelajaran (pendidikan) antara lain Learning To Do (belajar untuk membuktikan kemampuan dalam suatu tindakan), Learning To Know  (belajar memaksimalkan pengetahuan dan wawasan), Learning To Be (belajar untuk menentukan tujuan kedepan), Learning To Live Together (belajar bagaimana cara memasyarakatkan diri dalam kehidupan sosial), Learning How To Learn (belajar untuk mempelajari cara belajar yang benar dan efektif), dan Learning Throughout Life (belajar menyadari bahwa ilmu berasal dari Tuhan yang dianugerahkan pada manusia agar bermanfaat sepanjang hidupnya).
Dalam era globalisasi, pendidikan maupun pembelajaran tidak saja diartikan sebagai sekolah atau lembaga formal semata. Meningkatkan pengetahuan dan life skill bisa dimulai dengan upaya tanggap terhadap berbagai informasi, komitmen menambah wawasan, tanpa rasa malu bertanya, mengeksplorasi sesuatu yang baru, dan mencari sumber pengetahuan yang ada di sekitar kita.
Salah satu ruang yang menyediakan berbagai sumber pengetahuan tersebut berasal dari buku-buku atau berbagai bacaan yang ada di perpustakaan. Perpustakaan merupakan tempat daripada sumber-sumber ilmu bidang akademik maupun non-akademik yang disediakan bagi masyarakat luas. Materi bacaan yang ada berasal dari beranekaragam disiplin ilmu, dari tingkat pendidikan paling dasar, menengah, pendidikan tinggi, maupun pengetahuan atau bacaan yang bersifat umum.
Sudah saatnya kita menyadari betapa pentingnya perpustakaan di masa modern ini. Karenanya pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber pengetahuan harus dioptimalkan sehingga kualitas dan kegunaan perpustakan juga dapat maksimal. Pepatah menyebutkan buku adalah jendela dunia. Maksudnya, kita dapat mengetahui isi dunia tanpa harus susah mencarinya karena bisa ditemukan dari buku secara cepat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya. Semakin dapat menguasai buku, berarti kita telah menggenggam dunia. Dengan membaca juga dapat meningkatkan perbendaharaan wawasan. Selain itu, membaca buku di perpustakaan tidaklah harus mengeluarkan banyak nominal. Perpustakaan berfungsi sebagai sarana penelitian, edukasi, informasi, rekreasi dan meningkatkan kemampuan akademik maupun umum.
Sayang, berbicara tentang perpustakaan sebagian orang masih memandang sebelah mata. Bahkan ada yang berargumentasi, perpustakaan hanya digunakan sebagai sarana belajar bagi anak sekolah. Anggapan demikian tentunya salah besar. Padahal mencari ilmu tidaklah mengenal usia, siapa saja bisa dan mestinya melakukan hal itu. Masyarakat atau khususnya generasi muda tidak lagi menganggap penting keberadaan perpustakaan. Mereka merasa cukup dengan apa yang didapatkan dari sekolah (guru) dan data-data melalui brawshing di internet tanpa harus repot-repot pergi ke perpustakaan. Apalagi jika lokasi perpustakaan cukup jauh dari aktifitasnya setiap hari. Dapat dikatakan datang saja sudah merasa malas apalagi untuk membaca.
Hal ini menunjukkan telah menipisnya ketertarikan pada budaya membaca. Meskipun sudah tersedia perpustakaan dan banyak di jual buku di toko-toko atau counter buku namun minat baca masyarakat kurang. Beda dengan arena shopping atau counter pulsa yang justru selalu ramai pengunjung. Persentasi peminatan orang pada buku masih jauh di bawah masyarakat yang tinggal di negara-negara maju, seperti Jepang, Australia, Amerika, dan sebagainya. Lantas bagaimana mau maju negara tercinta ini jika dari hal yang sederhana saja sudah malas melakukan?
Bak menjadi tradisi, minat baca dan ketertarikan pada perpustakaan relatif memprihatinkan. Pendidikan selama ini belum mampu menggugah gemar membaca di  setiap orang. Cukup sulit untuk menjadikannya sebagai budaya. Kebiasaan membaca memang seharusnya dipupuk sedini mungkin. Salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya minat baca yaitu adanya kemajuan teknologi. Orang lebih memilih mengeksplorasi data dari internet daripada mengunjungi perpustakaan. Hal ini memberi kesan tidak berfungsi lagi perpustakaan sebagai penolong dalam pencarian ilmu, karena semakin canggih teknologi semakin menurun daya tarik pada perpustakaan. Ditambah lagi perkembangan media sosial, akibatnya lebih nyaman di depan komputer daripada di depan buku. Padahal beberapa pakar menilai tidak  seluruhnya data yang diambil dari internet itu dapat dipertanggungjawabkan kebenaran secara ilmiah.
Rekondisi Perpustakaan
Dalam beberapa kasus umumnya, sebagian peran perpustakaan tidak seperti yang diharapkan. Banyak objek perpustakaan yang dibiarkan begitu saja, bahkan jarang dikunjungi. Sangat disayangkan jika terdapat sudut-sudut yang seolah tidak ada kepedulian. Kondisi ini memaksa kita untuk tanggap, mengingat peran dan fungsi perpustakaan yang belum maksimal.Situasi perpustakaan yang sepi dapat disimpulkan bahwa tak ada lagi daya pikat pada banyak orang. Mayoritas buku disimpan rapi tanpa ada yang menyentuhnya. Banyak tulisan  yang tak pernah dibaca. Ilmu seakan dianggap murah dan tidak dibutuhkan. Sayang jika ilmu yang telah dirumuskan dengan cara tak mudah itu hanya dibiarkan saja. Jika bukan kita yang membacanya, lalu siapa lagi yang akan menyentuhnya mengingat usia buku semakin tua. Begitu melimpahnya koleksi buku yang belum tentu kita sudah menguasai. Sangat disayangkan buku itu hanya menjadi pajangan semata tanpa memberi faedah bagi banyak orang. Tidak jadi masalah apabila kita mau memanfaatkannya lagi.
Sebagai contoh misalnya kondisi yang terdapat di Perpustakaan Daerah Kabupaten Grobogan. Data Jumlah pengunjung terus mengalami penurunan. Misalnya tahun 2013 tercatat 9.203 orang, pada tahun 2012 turun menjadi 10.999 orang atau mengalami depresiasi sekitar 16 %. Dapat disimpulkan mayoritas pengunjung sudah mengalami kejenuhan untuk mendatangi perpustakaan. Hal yang sangat memprihatinkan, konon ada puluhan buku yang sampai sekarang belum kembali dari peminjamnya. Hal ini mempertegas bahwa buku sudah diremehkan sehingga tidak ada kepedulian untuk mengembalikan ke tempat semula.
Berdasarkan hasil survei bulan April 2014 lalu, suasana perpustakaan relatif sepi pengunjung. Letak perpustakaan ini sebenarnya cukup strategis karena berada di pinggir jalan raya dan pusat kota (Alun-Alun Purwodadi). Dahulu perpustakaan ini bekas gedung SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Sayang tidak banyak yang tahu bahwa dalam gedung terdapat perpustakaan dengan segala koleksinya. Papan nama perpustakaan pun kurang jelas jika dilihat dari luar. Inilah faktor ketidaktahuan masyarakat bahwa ada sebuah perpustakaan di dalam sana. Apabila terus berlanjut, dapat diprediksikan  perpustakaan akan kehilangan satu per satu penggemarnya.
Berbagai upaya konon telah ditempuh oleh pihak pengelola perpustakaan dalam menyosialisasikan pada masyarakat akan pentingnya perpustakaan. Salah satunya dengan mengadakan perpustakaan keliling dari satu sekolah ke sekolah lain. Dengan begitu, masyarakat khususnya para pelajar menjadi lebih mengenal dan menyukai perpustakaan. Selain itu dapat mendidik dan membudayakan minat baca di kalangan siswa dan masyarakat.
Sudah semestinya kelesuan perpustakaan ini segera dibangkitkan kembali agar lebih berharga di kehidupan masyarakat. Sebab perlu disadari pendidikan, perpustakaan, dan minat membaca tidaklah dapat dipisahkan satu sama lain. Jika tidak ada perpustakaan,  maka tidak ada minat membaca dan akibatnya pendidikan tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu kembali pada kesadaran masing-masing individu yang ingin maju atau tidak. Mereka bersifat statis atau dinamis? Sekadar penonton atau menjadi aktor? Motivasi dalam diri idealnya perlu dikembangkan agar timbul semangat dan minat dalam membaca. Kemauan dan kemampuan mengeksplorasi apapun yang berada dalam buku juga perlu ditingkatkan. Faktor-faktor penunjang diharapkan mampu meningkatkan potensi dan kemampuan dalam diri seseorang.
Rekondisi sebaiknya segera dilakukan kelak  perpustakaan menjadi lebih berarti lagi di mata masyarakat khususnya untuk generasi muda. Mengubah ruangan menjadi lebih nyaman dengan suasana yang mendukung.  Tak perlu mewah namun  menyenangkan dan yang pasti mudah dijangkau. Hal ini dapat terlaksana apabila terdapat kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat. Bukan berarti pemerintahlah yang bertanggungjawab penuh atas pendidikan dan minat baca, tetapi seberapa besar partisipasi dan peran masyarakat yang dapat menggerakkan roda pendidikan di negeri tercinta ini. Ditambah lagi adanya apresiasi setinggi-tingginya dari masyarakat yang mampu mendongkrak kenaikan popularitas perpustakaan, khususnya di mata pelajar dan masyarakat umum. Dengan diawali dari dalam diri untuk sering membuka dan memahami apa makna dari buku dan berusaha mengajak orang lain untuk tertarik pada suatu bacaan sehingga kegiatan membaca menjadi suatu kebiasaan bahkan tradisi.
Bagi generasi muda, sudah sepantasnya kita berpikir dan peduli terhadap problematika pendidikan di negeri ini meskipun dimulai dari cara yang sederhana. Dengan menjadikan buku sebagai sahabat dalam membuka cakrawala wawasan dan mempertajam daya ingat serta mengajak bereksplorasi untuk menemukan hal-hal menarik dalam buku sehingga secara psikologis dapat terangsang dan timbul rasa penasaran terus-menerus sampai habis. Setidaknya  generasi muda terbiasa dengan aktivitas membaca dan menyadari arti penting sebuah buku serta mengasah kemampuan intelektual. Dampak positifnya perpustakaan lambat laun menjadi patner akrab dalam mengenyam pendidikan. Maka akan timbul kesan bahwa pendidikan itu menyenangkan dan bukan menjadi momok menakutkan yang biasa terjadi pada akhir masa sekolah.
Intinya mengusahakan korelasi pendidikan dan fungsi perpustakaan harus berjalan seimbang dalam menghasilkan benih-benih harapan bangsa yang berkualitas secara realisasi bukan teoritis. Generasi muda yang menjunjung tinggi pendidikan, sehingga tidak ada lagi sebagian orang yang tak berkesempatan mengenyam pendidikan tersebut serta merevolusi  jati diri yang sesungguhnya. Mereka yang menjadi inspirator dan motivator bagi sekelilingnya.  Memperjuangkan mimpi dan membuktikan pada dunia dengan langkah dan tekat yang kuat. Selain itu dapat meningkatkan kualitas penduduk dengan kuantitas penduduk yang melimpah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam tujuan nasional negara Indonesia.*




Riwayat Penulis

Nama                                  : Eka Wahyu Andayani
Tempat/Tanggal Lahir         : Boyolali, 3 Juli 1997
Asal Sekolah                       : SMA Negeri 1 Purwodadi
Alamat                                 : Cingkrong Rt 08/01 Purwodadi, Grobogan
Riwayat Pendidikan             :    1. TK Wajib Belajar Jakarta
                                                  2. SDN Grogol Selatan 17 Pagi Jakarta
                                                  3. SMP Negeri 3 Purwodadi
                                                  4. SMA Negeri 1 Purwodadi